banner

Selasa, 12 Juni 2012

Kerjasama Pemerintah dan Swasta

Bentuk Kerjasama antara pemerintah dan swasta

Kerjasama antara pemerintah dan swasta dalam membangun infrastruktur sudah lama dilakukan. Bappenas termasuk instansi yang aktif mempromosikan berbagai proyek (pusat dan daerah) yang siap ditawarkan kepada investor domestik dan asing. Instansi pusat lain yang juga melakukan upaya yang sama sesuai fungsi masing-masing adalah Kemenkeu, Kem-PU, Kem-Perhubungan, Kem-Komunikasi dan Informasi, Kem-ESDM, dll. Beberapa pemda provinsi juga sering memanfaatkan berbagai forum untuk mempromosikan proyek-proyek infrastruktur di daerahnya.
Kerjasama antara pemerintah dan swasta dalam pembangunan infrastruktur adalah upaya terobosan untuk mengatasi masalah keterbatasan anggaran pemerintah untuk membangun infrastruktur. Sejak dirintis oleh Pemerintah Inggris beberapa dekade yang lalu, kini PPP telah dipraktekkan di banyak negara maju maupun berkembang untuk mempercepat pembangunan berbagai bentuk prasarana dan sarana, termasuk sekolah, rumah sakit, gedung pemerintah, penjara, dsb.
Indonesia termasuk negara pemula dalam implementasi PPP, dengan pembangunan jalan tol Jagorawi yang konon ditiru oleh beberapa negara lain.  Namun sejak krisis 1998, perkembangan pelaksanaan PPP mengalami kemunduran sampai kemudian digencarkan lagi sejak beberapa tahun terakhir ini. Pemerintah, dengan Bappenas sebagai motornya, secara bertahap telah menyiapkan berbagai prasyarat yang diperlukan untuk mempercepat implementasi PPP. Saat ini sudah terbentuk berbagai lembaga pendukung PPP, antara lain: PT. SMI (terkait dengan fasilitas pembiayaan) dan PT. IIGF (penjaminan) di Kemenkeu, Pusat PPP (perencanaan dan koordinasi) di Bappenas, dan Simpul-Simpul PPP di beberapa Kementerian.
Selain itu, berbagai peraturan perundangan sektor telah disesuaikan untuk mengakomodasi keterlibatan sektor swasta dalam pembangunan infrastruktur. Peningkatan kapasitas staf profesional pemerintah di pusat dan daerah juga telah secara rutin dilakukan, termasuk diklat untuk PPP di Jepang, Inggris, dll. Berbagai fasilitasi juga disediakan (a.l. oleh Bappenas) kepada instansi pemerintah pusat dan daerah untuk penyiapan, pelelangan dan pengelolaan proyek. Secara keseluruhan pemerintah sudah semakin siap untuk memperbanyak proyek-proyek PPP, menyusul satu proyek listrik di Jawa Tengah yang sudah hampir final dalam tahap pelelangan.
Walau berbagai prasyarat dasar sudah dipenuhi, namun masih ada beberapa hal penting yang kiranya perlu dilakukan untuk mengembangkan PPP lebih lanjut.
Pertama, menyusun peraturan pelaksanaan dari UU pengadaan lahan untuk kepentingan umum. Tanpa ada peraturan pelaksanaan yang cukup lengkap, maka dikhawatirkan UU baru ini masih belum dapat diterapkan, dan pelaksanaan proyek-proyek infrastruktur akan tetap mengalami kendala seperti yang selama ini terjadi. Selain peraturan pertanahan, peraturan lebih rinci untuk masing-masing sektor juga perlu ditetapkan untuk memberikan kepastian bagi investor mengingat sifat jangka panjang dan besar investasi dari proyek-proyek PPP.
Kedua, peran BKPM sebagai front-office proyek-proyek PPP perlu didorong. BKPM perlu berfungsi sebagai pintu satu-satunya untuk mengurus segala sesuatu terkait dengan proyek-proyek PPP. Ini berarti BKPM perlu aktif mempromosikan proyek-proyek PPP, menyediakan informasi yang lengkap kepada calon investor, membidani lahirnya proyek-proyek kerjasama dengan proses yang transparan, memantau perkembangan proyek PPP, menyelesaikan kasus-kasus yang muncul, dll.
Ketiga, memperkuat pemda untuk menyiapkan proyek-proyek PPP, mencari dan menentukan mitra kerjasama, dan mengawal pelaksanaan kerjasama sampai proyek selesai. Pemerintah daerah adalah pihak yang paling merasakan kebutuhan infrastruktur bagi daerahnya, tidak hanya karena pemda lebih dekat bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya, namun juga karena banyak jenis infrastruktur yang sangat dibutuhkan merupakan tanggungjawab pemerintah daerah untuk menyediakannya. Karena merasakan kebutuhan yang sangat besar untuk menyediakan infrastruktur bagi daerahnya, maka Pemda akan lebih committed dan akan berupaya maksimal untuk mewujudkan hal itu. Energi besar ini perlu tersalurkan dengan baik jika berbagai prasyarat juga tersedia di daerah, seperti kelembagaan, peraturan, staf profesional dan pembiayaan awal.
Keempat, perluasan bidang kerjasama yang dapat dilakukan dengan mekanisme PPP. Sesungguhnya PPP dapat juga diterapkan untuk pembangunan/pengoperasian sarana dan prasarana sosial seperti rumah sakit, stadion olah raga, pasar, sekolah, penjara, stasiun KA, dll. Dengan memasukkan bidang-bidang ini dalam konteks pelaksanaan kerjasama antara pemerintah dan swasta maka akan lebih banyak lagi kebutuhan masyarakat yang dapat dipenuhi, dan anggaran pemerintah yang terbatas dapat difokuskan untuk hal-hal lain yang lebih memerlukan.
Kelima, memperbanyak model-model PPP untuk mengakomodasi berbagai karakter proyek dan minat investor. Salah satu model PPP yang sudah dikembangkan di negara lain adalahPrivate Financing Investment (PFI).  Dalam model ini, swasta membiayai pembangunan dan mengoperasikan suatu prasarana publik, misalnya rumah sakit, dan pemerintah membayar sejumlah dana tertentu setiap tahun sampai akhir periode kerjasama (misalnya 30 tahun). Model PFI ini tentunya memerlukan landasan peraturan agar dapat diterapkan tanpa menimbulkan masalah hukum.
Beberapa upaya penting diatas menuntut peran Bappenas secara lebih intensif sebagaiback office pengembangan PPP di Indonesia. Bappenas perlu mendorong pihak-pihak lain yang terkait dan memberikan dukungan yang diperlukan agar mesin pengelolaan kerjasama dengan swasta dapat berputar dengan kecepatan semakin tinggi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar