banner

Senin, 11 Juni 2012

Prinsip Kerja Pada Perusahaan di Negara Jepang


Budaya 5 S yaitu Seiri (ringkas), Seiton (rapih), Seisou (resik), Seiketsu (rawat) dan shitsuke (rajin) dalam lakon kerja Jepang terasa memudahkan yang susah Yang kotor menjadi bersih, yang tidak biasa menjadi biasa, sesuatu yang lama menjadi cepat, yang kelihatan ruwet menjadi sederhana. Karena itu mereka menjadi unggul.
Anda penikmat segala bentuk audio video? Mungkin anda termasuk yang fanatik terhadap produk Sony? It’s SONY! Begitu yang anda ingat manakala anda akan membeli perangkat audio video tersebut. Hal yang wajar ,karena memang Sony sangat identik dengan produk yang dimaksud. Diluar itu sebenarnya masih ada produk – produk unggulan lainnya dari Negara Matahari Terbit, Katakanlah SANYO, AIWA, SHARP ataupun PANASONIC.

Mau bikin rumah? Anda tentu memerlukan mesin pompa air. Andapun mungkin akan ikut- ikutan menyebut barang yang dimaksud dengan nama SANYO. Trade mark SANYO memang telah melekat di fikiran kita, manakala kita berpikir tentang pompa air.
Ada uang lebih atau memang anda sangat memerlukannya dalam beraktifitas. Motor atau mobil menjadi kebutuhan yang sangat mendesak untuk dimiliki. Anda mungkin akan memilih diantara produk – produk Toyota, Honda, Mitsubishi, Yamaha ataupun Kawasaki.
Barang–barang yang anda butuhkan diatas adalah produk perusahaan Jepang. Mereka selalu hadir dimanapun anda beraktifitas. Didalam rumah, di jalan raya, di kantor, di arena olah raga dan sebagainya.
Pendek kata seolah produk Jepang selalu di depan mata, di manapun kita berada. Mengapa produk Jepang begitu mendominasi kehidupan kita?
Jepang merupakan negara kepulauan yang berada di belahan utara bumi. Bila kita menyebut nama Jepang maka yang pertama kali terlintas pada ingatan kita adalah budaya disiplin terhadap waktu dan konsisten terhadap peraturan yang telah disepakati bersama
Negara ini mengalami kehancuran pada masa perang dunia II yaitu ketika Negara Amerika Serikat bersama sekutunya menjatuhkan bom atom di Hirosima dan Nagasaki. Bom ini telah meluluhlantahkan Negara Jepang yang berakibat takluknya Negara Jepang kepada Amerika Serikat.
Hancurnya Jepang pada masa perang dunia II ini, selanjutnya justru menumbuhkan kesadaran dan nasionalisme pada rakyat Jepang. Kekalahan mereka atas AS dan sekutunya tidak membuat kesedihan yang belarut–larut. Tetapi malah menumbuhkan semangat nasionalisme mereka untuk menjadi yang terbaik di dunia.
Dalam bidang industri misalnya mereka segera membentuk Japanese Standard Association (JSA). Ini di lakukan pada tahun 1945. Mereka sadar bahwa standarisasi mutu produk menjadi sasaran yang harus dicapai terlebih dahulu. Hal ini kemudian mendorong Nippon Electric Company memperkenalkan Qualiti control (QC) untuk yang pertama kalinya.
Pertemuan dan pembahasan tentang standar–standart quality control mulai secara intensif dilakukan. Pakar–pakar bidang quality control dari Negara lainpun diundang untuk kepentingan pertumbuhan quality control Jepang. Deming seorang pakar bidang quality control dari AS, orang yang pertama kali mengemukakan adanya circle PDCA (Plan–Do-Check-Acrtion ) pun tidak ketinggalan untuk dimintai sumbang sarannya demi kemajuan Jepang.
Hasilnya ternyata di luar dugaan negara lain. Dalam waktu yang relatip singkat mereka menjadi raksasa industri dunia. Produk-produk berkualitas tinggi dari Jepang mulai menguasai dunia. Produk-produk Negara Jepang seperti elektronik, otomotip, home appliance dan masih banyak yang lainnya menjadi trade mark jaminan mutu.
Mengapa mereka berhasil membangun industrinya dalam kurun waktu yang relatip cepat? Apa yang menjadi pendorong utama keberhasilan mereka?
Budaya Kerja
Bekerja dengan orang Jepang berarti bersedia untuk menjadikan pekerjan sebagai kebanggan hidup. Rasa bangga terhadap pekerjaan akan tumbuh manakala kita telah melakukan pekerjaan dengan baik dan sebaliknya rasa malu akan muncul ketika kita tidak dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik.
Dalam mencapai cita-cita berupa hasil kerja yang sempurna, Bangsa Jepang menyandarkan keberhasilan kerja pada budaya kerja. Norma dan nilai yang baik dijadikan rujukan dalam melakukan kerja. Sebaliknya norma dan nilai yang buruk dijadikan standar untuk dihindari dalam pelaksanaan kerja.
Disiplin terhadap waktu menjadi ujung tombak. Pemenuhan terhadap ketepatan waktu menjadi ukuran dalam mutu produk. Bekerja dalam suatu team work yang solid merupakan cirri tersendiri bagi Bangsa Jeang. Mereka menganut prinsip berpikir dan bekerja dengan banyak kepala akan lebih baik dalam menghasilkan output kerja dibandingkan dengan satu kepala.
Bangsa Jepang sangat mencintai kebersihan dan keteraturan. Apabila kita menengok pada perusahaan Jepang, kita akan melihat area kerja yang bersih dan teratur. Kebersihan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pekerjaan sehari-hari. Contoh kecil seperti peletakan sampah pada tempatnya, memisahkan sampah sesuai jenis dan ukurannya, area merokok untuk pekerja disediakan khusus sesuai keperluan dll. Tentu saja ada hukuman yang besifat membangun bagi para pekerja yang melanggar aturan ini.
Hal ini berbeda dengan sebagian masyarakat kita. Apabila dia memerlukan satu file maka dia akan mendapatkannya dalam waktu hingga 15 menit, setengah jam bahkan harus berjam-jam.
Budaya 5 S Seiri (ringkas), Seiton (rapih), Seisho (resik), Seiketsu (rawat) dan Sitsuke (rajin) menjadikan segala sesuatu yang susah menjadi mudah, sesuatu yang kotor menjadi bersih, sesuatu yang tidak biasa menjadi biasa, sesuatu yang lama menjadi lebih cepat, sesuatu yang terlihat ruwet menjadi sederhana.
Komunikasi di tempat kera ditata sedemikian rupa. Demikian pula hubungan antara atasan dan bawahan diatur dalam rangka memperkuat rantai team work. Budaya horenso yaitu houkoku yang memiliki makna kebiasaan melaporkan sesuatu kepada atasan, renraku berarti menginformaikan kepada orang lain dan soudan yang memiliki pengertian berdiskusi atau berkonsultasi, menjadi pegangan dalam mengantisipai ketidaksesuaian dalam bekerja.
Dengan Horenso, satu masalah bukan hanya menjadi beban bagi satu pekerja tetyapi menjadi tanggung jawab bersama. Hal ini berimbas pada ketepatan dan kesempurnaan kerja.
Bangsa Jepang memiliki typical sebagai pekerja yang gesit, tidak banyak ngomong tetapi banyak bekerja, tidak banyak melakukan pekerjan yang bersifat membuang waktu, focus pada pekerjaan. Mereka memiliki sifat kibi-kibi. Tidak heran, bila kita bekerja di perusahaan Jepang maka time table bekerja menjadi bagian yang pokok untuk selalu dievaluai.
Budaya kerja menghindari 3M (Muda Mura Muri) menjamin sumber daya, apakah itu sumber daya manusia, sumber daya mesin, sumber daya material, asset dan sebagianya harus dapat digunakan seefisien mungkin. Segala sesuatu yang tidak menghasilkan nilai tambah harus dihindari dan dicegah. Berbicara ngalor ngidul di sela-sela bekerja harus ditinggalkan.
Orang atau mesin harus bekerja sesuai kapasitasnya. Harus dihindari pekerja ataupun mesin yang bekerja overload.
Setiap pekerjaan dituntut untuk melakukan pebaikan dan pengembangan kerja secara berkesinambungan. Sekecil apapun, improvement di tempat kerja harus dilakukan. Kaizaen di tempat diorganisir melalui kegiatan kelompok-kelompok kecil (small group activities). Untuk merangsang pekerja melakukan kaizen, perusahaan Jepang sering mengadakan lomba pebaikan di tempat kerja. Tentu saja ada apresiasi yang harus diberikan oleh peusahaan kepada pemenang lomba, entah berupa uang, barang ataupun bentuk-bentuk penghargaan lainnya seperti promosi jabatan dsbnya.
Perusahaan Jepang sangat menyadari bahwa produk yang unggul harus diawali dengan budaya kerja yang terencana, konsisten dilakukan dan melibatkan seluruh level pekerja. Adakah nilai positip dari budaya Bangsa Jepang yang dapat kita ambil untuk proses pembelajaran?
Yang jelas Bangsa Amerika sering mengadopsi budaya kerja Bangsa Jepang untuk meningkatkan derajat persaingan diantara mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar