banner

Selasa, 12 Juni 2012

Mempercepat Bangunan Infrastruktur

Cara Mempercepat Bangunan Infrastruktur

Infrastruktur merupakan prasyarat utama untuk pertumbuhan jangka panjang dan menjadi salah satu faktor penting penentu daya saing suatu negara. Namun di banyak negara berkembang, investasi pemerintah dalam bidang infrastruktur tidak menunjukkan perkembangan yang stabil. Pada saat keuangan negara mengalami tekanan, pemerintah cenderung mengurangi anggaran untuk program pembangunan infrastruktur daripada mengurangi anggaran “rutin”, seperti belanja barang, dll.
Indonesia tidak terkecuali, pembangunan infrastruktur mengalami penurunan ketika pemulihan krisis 1997/98 mengharuskan pemerintah untuk melakukan pengetatan anggaran pembangunan, dan ini terus berkelanjutan. Pembiayaan pembangunan infrastruktur tidak sebesar era sebelum krisis, karena ruang fiskal pemerintah yang masih terbatas. Sementara sektor swasta yang diharapkan mengisi kekosongan dalam pembiayaan infrastruktur masih belum terwujud. Hampir separoh investasi swasta dunia dalam bentuk kerjasama pemerintah-swasta (public-private partnership, PPP) ternyata lebih memilih negara-negara Amerika Latin yang telah lebih siap, seperti Argentina, Brazil, Chile, Kolombia, Peru, dan Meksiko; selebihnya ke negara-negara lain, termasuk Asia dan Afrika. Indonesia belum mendapat banyak bagian dari investasi asing, mereka cenderung memilih negara-negara ASEAN lain seperti Malaysia atau Vietnam.
Keterbatasan infrastruktur merupakan penyebab dari rendahnya pertumbuhan ekonomi Indonesia (jauh lebih rendah dibandingkan China dan India yang sekitar 9-10%). Kualitas infrastruktur di Indonesia yang rendah menyebabkan biaya logistik tinggi dan pola perdagangan internasional tidak efisien serta perdagangan domestik tidak merata. Pada gilirannya hal ini menyebabkan terjadinya perbedaan harga komoditas yang cukup besar antara satu daerah dengan daerah lain. Kondisi infrastruktur yang kurang baik dan tidak merata menyebabkan inflasi tinggi karena biaya transportasi bertambah, dengan dampak negatif pada daya saing produk industri. Tingkat kemiskinan yang tinggi juga disebabkan oleh kondisi infrastruktur yang terbatas.
Indonesia tidak terkecuali, pembangunan infrastruktur mengalami penurunan ketika pemulihan krisis 1997/98 mengharuskan pemerintah untuk melakukan pengetatan anggaran pembangunan, dan ini terus berkelanjutan. Pembiayaan pembangunan infrastruktur tidak sebesar era sebelum krisis, karena ruang fiskal pemerintah yang masih terbatas. Sementara sektor swasta yang diharapkan mengisi kekosongan dalam pembiayaan infrastruktur masih belum terwujud. Hampir separoh investasi swasta dunia dalam bentuk kerjasama pemerintah-swasta (public-private partnership, PPP) ternyata lebih memilih negara-negara Amerika Latin yang telah lebih siap, seperti Argentina, Brazil, Chile, Kolombia, Peru, dan Meksiko; selebihnya ke negara-negara lain, termasuk Asia dan Afrika. Indonesia belum mendapat banyak bagian dari investasi asing, mereka cenderung memilih negara-negara ASEAN lain seperti Malaysia atau Vietnam.Keterbatasan infrastruktur merupakan penyebab dari rendahnya pertumbuhan ekonomi Indonesia (jauh lebih rendah dibandingkan China dan India yang sekitar 9-10%). Kualitas infrastruktur di Indonesia yang rendah menyebabkan biaya logistik tinggi dan pola perdagangan internasional tidak efisien serta perdagangan domestik tidak merata. Pada gilirannya hal ini menyebabkan terjadinya perbedaan harga komoditas yang cukup besar antara satu daerah dengan daerah lain. Kondisi infrastruktur yang kurang baik dan tidak merata menyebabkan inflasi tinggi karena biaya transportasi bertambah, dengan dampak negatif pada daya saing produk industri. Tingkat kemiskinan yang tinggi juga disebabkan oleh kondisi infrastruktur yang terbatas.
Peringkat Infrastruktur|Menurut Global Competitiveness Report 2010-2011 (WEF, 2010), Indonesia menempati peringkat ke 82 dari 139 negara dalam pilar infrastruktur, salah satu dari 12 pilar daya saing yang diukur. Dibandingkan dengan negara-negara sekelas, Indonesia masih tertinggal jauh, antara lain: Malaysia (30), Thailand (35), Turki (56), Brazil (62) dan Meksiko (75). Indonesia nyaris disusul oleh Vietnam, yang berada satu tingkat dibawah peringkat Indonesia (83). Negara-negara maju menunjukkan peringkat infrastruktur yang lebih baik. Lima peringkat teratas adalah: Hong Kong, Jerman, United Arab Emirates, Prancis, dan Singapura.
Peringkat Indonesia dalam rincian kualitas infrastruktur juga berada pada posisi relatif rendah. Peringkat lebih buruk ada pada kualitas infrastruktur kereta api,  kualitas pasokan listrik dan pelanggan telpon gerak, masing-masing peringkat ke 96, 97 dan 98. Indonesia menunjukkan peringkat yang relatif baik pada kualitas infrastruktur transportasi udara, yang menempati peringkat ke 21.
Peringkat Indonesia dalam Kualitas Infrastruktur
Rincian
Peringkat
Pilar Infrastruktur
82
Kualitas Infrastruktur Umum
90
Kualitas Jalan
84
Kualitas Infrastruktur Kereta Api
96
Kualitas Infrastruktur Pelabuhan
56
Tempat Duduk Pesawat
69
Kualitas Infrastruktur Transportasi Udara
21
Kualitas Pasokan Listrik
97
Sambungan Telpon Tetap
82
Pelanggan Telpon Gerak
98
Sumber: World Economic Forum, The Global Competitiveness Report 2010-2011.
Penilaian di atas sesuai dengan kenyataan yang dirasakan banyak orang. Angkutan darat terkendala oleh kondisi jalan yang buruk. Peran kereta api masih sangat terbatas, terutama untuk angkutan barang. Jaringan kereta api juga belum menyebar ke pulau-pulau besar, baru tersedia di Jawa dan sebagian Sumatera. Sungai-sungai besar di Sumatera dan Kalimantan belum dimanfaatkan secara maskimal untuk angkutan barang dan penumpang. Pelabuhan laut dan bandar udara mengalami kesesakan dengan cepat setelah belum lama diperbesar. Kebutuhan listrik masih belum terpenuhi di berbagai daerah. Perkembangan layanan telpon cukup signifikan, namun dibandingkan dengan jumlah penduduk keseluruhan, masih lebih rendah dibandingkan negara-negara lain.
Negara Lain
Keterbatasan infrastruktur juga dialami oleh negara lain, dan berbagai program dilakukan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur. Brazil misalnya, meluncurkan program Growth Acceleration Program  (PAC) pada tahun 2007, dengan menganggarkan dana sebesar R$504 miliar selama periode 2007–10. Dana itu untuk investasi di sektor infrastruktur sosial (R$171  miliar), kelistrikan (R$275 miliar), dan logistik (R$58 miliar).
Program PAC ditujukan untuk meningkatkan cakupan dan kualitas jaringan infrastruktur dan akses penduduk yang lebih baik untuk layanan air bersih, sanitasi, perumahan, listrik, transportasi, dan energi. Pada tahun 2010, pemerintah Brazil meluncurkan program PAC 2, dengan anggaran tiga kali lipat yaitu sebesar R$1,59 triliun selama periode 2011–14. Dapat dipastikan bahwa infrastruktur yang segera dibangun ini akan mendorong Brazil mencapai pertumbuhan ekonomi tinggi dalam beberapa tahun ke depan.
Kunci Keberhasilan
Tantangan membangun infrastruktur di Indonesia sangat besar mengingat celah yang lebar antara kondisi yang ada dan kebutuhan yang harus dipenuhi. Luas wilayah negara yang besar membutuhkan infrastruktur yang berskala raksasa, melebihi kebutuhan yang sama pada kebanyakan negara.  Berbagai upaya serius perlu dilakukan untuk benar-benar mewujudkan hadirnya infrastruktur yang merata dan berkualitas baik.
Pembangunan infrastruktur akan dipercepat melalui skema Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025. Dalam rencana ini, akan dibangun infrastruktur yang diperlukan untuk mengembangkan potensi ekonomi di kawasan-kawasan sepanjang enam koridor terpilih yang tersebar di seluruh wilayah negara. Ke enam koridor ini kemudian akan terhubung dengan koridor ASEAN, untuk mempercepat arus barang antar negara.
Skema kerjasama pemerintah dan swasta dalam penyediaan infrastruktur juga akan terus didorong. Perangkat peraturan, kelembagaan dan SDM terus disiapkan untuk menggalang dan melayani permintaan kerjasama dengan pihak swasta. PT Sarana Multi Infrastruktur dan Indonesia Infrastructure Financing Facilities (IIIF), keduanya berada di bawah Kementerian Keuangan, siap melayani investor yang memerlukan jasanya. Untuk penjaminan infastruktur, pemerintah telah membentuk PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) yang menyediakan guarantee fund untuk investasi khusus di sektor infrastruktur.
Promosi kepada investor  asing pun sudah berkali-kali dilakukan oleh BKPM. Setiap tahun BKPM dan KADIN menyelenggarakan International Infrastructure Conference and Exhibition di Jakarta. Bappenas menawarkan proyek-proyek kerjasama yang dirangkum dalam PPP Book dalam berbagai tingkat kesiapan proyek. Namun pemerintah masih perlu terus bekerja keras melakukan promosi dan membuat peraturan yang lebih menarik dan terprediksi, termasuk mengenai pengaturan jika terjadi suatu risiko dan memastikan adanya perlindungan terhadap hasil investasi.
Kunci keberhasilan penyediaan infrastruktur yang lain adalah pembagian kewenangan dan tanggungjawab yang jelas antara pemerintah pusat dan daerah. Seluruh jalan raya yang ada di wilayah negara sudah ditetapkan kewenangan dan kewajiban pembangunan dan pemeliharaannya, apakah pemerintah pusat, provinsi atau kabupaten/kota. Yang belum jelas adalah bagaimana kerjasama yang baik dilakukan antar tingkatan pemerintahan, sehingga setiap prasarana dan sarana, siapapun penanggungjawabnya, selalu berada dalam kondisi baik dan saling mendukung.
Kendala pembangunan infrastruktur lain yang perlu diatasi adalah memastikan adanya sumber pembiayaan. Untuk membangun infrastruktur, pemerintah memerlukan anggaran yang besar. Dengan target pertumbuhan ekonomi sebesar 6,5%/tahun kebutuhan dana infrastruktur diperkirakan minimal Rp 400 triliun per tahun. Jika dikehendaki pertumbuhan yang lebih besar lagi, misalnya 8%/tahun, maka tentu diperlukan anggaran yang lebih besar lagi. Namun sumber-sumber pembiayaan itu sebetulnya cukup tersedia. Beberapa BUMN telah berkomitmen menyediakan anggarannya untuk diinvestasikan di berbagai proyek infrastruktur. Kalangan investor nasional juga berkomitmen menginvestasikan dana untuk mendukung rencana pembangunan infrastruktur. Perusahaan swasta dapat menerbitkan obligasi untuk membangun infrastruktur yang menguntungkan. Dana penjaminan untuk mendukung penerbitan obligasi oleh kalangan pelaku usaha swasta juga tersedia, melengkapi dana jaminan yang dikelola PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia.
Kendala utama pembangunan infrastruktur adalah ketidaklancaran atau kelambanan dalam proses pengadaan lahan. Saat ini peraturan pelaksanaan proses pengadaan lahan hampir selesai dirumuskan.
Dengan adanya peraturan pertanahan ini diharapkan pembangunan infrastruktur dapat lebih cepat dilakukan, dan Indonesia dapat mengejar ketertinggalannya dari negara-negara lain

Tidak ada komentar:

Posting Komentar